<$BlogRSDUrl$>
piye kabare mudika kentungan
kentungan youth which the people still funny on this day n tomorrow...

48kilometer!!

Monday, November 07, 2005
Ada anggapan yang katanya begini, "Kalo belom ke Wamena, itu artinya belom pernah ke Papua." Sama juga kan anggapan itu di mata bule, "Kalo belum pernah ke Bali, sama artinya belom pernah ke Indonesia." Gue denger kalimat itu sewaktu ditawari seorang teman baru di Papua, sebelom kembali ke ibukota, Minggu (6/11) petang wit, untuk mengunjungi Wamena. Ke Wamena, ibukota Kabupaten Jayawijaya? Gue seneng banget waktu dapat tawaran itu meski harus merogoh kantong lebih banyak lagi.



Orang Papua sendiri melihat bahwa budaya masyarakat asli Papua emang bisa dilihat langsung di Wamena yang bisa ditempuh hanya dengan pesawat komersil Trigana Air ato Fokker 27, ato Twin Otter berpenumpang 5-7 orang, selama sekitar satu jam dari Jayapura itu. Sebab, disanalah kita bisa liat langsung seorang perempuan asli Papua telanjang dan hanya menggunakan rumbai-rumbai sebagai penutup kelaminnya. Ato melihat lelaki telanjang yang hanya mengenakan koteka sebagai penutup tititnya.hehehe..



Sayangnya, tawaran ke Wamena itu gue cuekin begitu saja mengingat hanya tiga hari dua malam gue berada di ibukota propinsi paling ujung bagian timur Indonesia itu. Sama halnya blom ada kesempatan untuk mengunjungi Romo Kristiono Purwadi SJ yang ada di Nabire, ato seorang kakak sepupu yang sekarang berkarya di Timika, yang berada di bagian barat Papua. Selaen ngikutin si ratu goyang ngebor kok nggak ada lagi.huh... Kayaknya gue harus bikin rencana buat mengunjungi Papua lagi deh..hehe.. berapa duit yah..hehehe.. Yang pasti, mahal! Apalagi penerbangan kesananya..Gileee. normalnya aja Rp 1,8 juta rute ibukota-Jayapura..[untung gue dibayarin..huh..mahal ya..]



Meski ibukota propinsi, Jayapura yang dikelilingi gunung dan bukit itu termasuk kota yang sangat kecil. Mau jalan kemana aja, sejauh apapun, eh ketemunya juga jalan-jalan itu jugak. Kalo siang, jalanan keliatan kotor karena banyak cipratan susur merah. Jayapura yang juga kota pelabuhan itu emang dijadikan sebagai pusat pemerintahan di Papua. Ya iya gitu loh, namanya juga ibukota propinsi. Nggak banyak orang asli Papua di Jayapura. Kalo mau ketemu yang asli ya harus berjuang dulu buat masuk ke daerah pedalaman. Yang gue liat justru masyarakat pendatang yang katanya sebagian besar datang dari Jawa dan Sulawesi.



Jangan kira kalo Jayapura orangnya udik-udik ya. Emang bener, dari segi pembangunan sarana dan prasarananya, kota yang dulunya bernama Soekarnopura dan Hollandia itu termasuk ketinggalan. Tapi, jangan salah kire, KFC yang Kentucky Fried Chicken dan McDonald's juga bisa jadi tongkrongan disana. Dari hotel terbesar di Jayapura tempat gue nginep, gue bisa liat aktifitas orang-orang mudanya. Apalagi kemaren pas malem minggu. Udah deh, nggak jauh beda ama Jalan Solo di Jogjakita. Kaki lima ada di kanan-kiri jalanan. Cuman, jangan pulang malem-malem, karena banyak anak muda yang suka mabok di pinggiran jalan..hehe.. ato diculik OPM ya..hehe.. [rasanya susah banget mo cari atribut 'bintang kejora-nya' OPM..hehe..]



Nggak salah juga kalo gunung jadi tempat pelarian OPM dari kejaran polisi dan tentara. Lah, di Jayapura aja isinya cuman kawasan perbukitan dan pegunungan je. Sepanjang perjalanan dari Bandara Sentani, gue pilih naek ojek Rp 70 rebu, daripada nebeng mobil jemputan si artis. Gue pikir, dari bandara, hotelnya deket. Itu kenapa gue pilih ngojek [karena di jakarta jugak kebiasaan ngojek..hehehe..], itung-itung sekalian nikmatin sebagian tanah Papua. Eh nggak taunya, jarak hotel gue di Jayapura ama Bandara Sentani sekitar 48 kilometer!! Huhhh.. ya udah deh, dinikmatin aja meski udara disana panas banget [itu kenapa orang Papua kulitnya pada item-item ya..hehe.. sering panas-panasan sih..hehehe...]



Begitu naek di motor tuanya, si tukang ojek yang asli Bugis itu mulai cerita. Salah satunya tentang makam Ketua Presidium Dewan Papua Theys Hiyo Eluay yang konon dibunuh di Skyline oleh gerombolan tim elite TNI AD [gue dikasih tahu juga lokasi pembunuhannya yang berada di perbukitan Skyline yang kemudian dibuang di daerah perbatasan] dan dimakamkan persis didepan Bandara Sentani. Sayang, makamnya tidak terawat.



Melihat tanah Papua dari udara emang mengasikkan. Begitu pula saat menikmatinya di darat. Sepanjang perjalanan gue harus naek-turun perbukitan untuk mencapai daerah selanjutnya. Gue sempat kagum saat melintasi indahnya Danau Sentani. Lagi-lagi sayang, belom ada usaha untuk menjadikan Danau Sentani sebagai daerah tujuan wisata. Selain tempatnya yang jauuuhh, pemerintah setempat juga berbenturan dengan hukum adat yang masih dipegang teguh masyarakat asli disana. Yah, sudahlah. Gue tetep blom puas jalan-jalan di tanah Papua. Smoga laen waktu ada jodoh kesana lagi.. dan dibayari lagi..hehe.. [thekimins]
2:14 AM :: ::
0 Comments:
Post a Comment
<< Home

mudika :: permalink